INDOSatu.co – JAKARTA – Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023 memasuki babak baru. Pekan depan, Kejaksaan Agung (Kejagung) direncanakan akan memanggil bos minyak Muhammad Riza Chalid untuk pemeriksaan sebagai tersangka.
“Jadi, yang bersangkutan MRC (Muhammad Riza Chalid) akan segera dipanggil nanti oleh penyidik sebagai tersangka. Itu dijadwalkan sekitar pekan depan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna kepada wartawan di Jakarta, Rabu (16/7).
Anang mengatakan, pemanggilan MRC itu merupakan panggilan pertama terhadap Riza sebagai tersangka. Saat ini keberadaan MRC masih diburu lantaran diduga sedang berada di Singapura.
“MRC (Muhammad Riza Chalid) ini kan belum diperiksa, yang terdahulu pun belum kami periksa sebagai saksi. Kami butuh keterangan yang bersangkutan terlebih dahulu sebagai tersangka,” kata Anang.
Anang mengatakan, saat ini penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) masih memastikan keberadaan bos minyak itu.
“Informasi terakhir, sepertinya berada di negara lain. Nanti kami akan pastikan lagi dengan negara-negara tetangga, barangkali ada yang bersangkutan. Nanti kami akan segera menindaklanjuti ini dengan mengomunikasikan bersama pihak yang memiliki otoritas,” ucapnya.
Diketahui, Muhammad Riza Chalid, selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak merupakan salah satu dari delapan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Abdul Qohar mengatakan bahwa, MRC melakukan perbuatan melawan, antara lain menyepakati kerja sama penyewaan Terminal BBM Tangki Merak dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak.
Saat itu, ujar Qohar, PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM. “Kemudian, menghilangkan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama serta menetapkan harga kontrak yang sangat tinggi,” kata Qohar. (*)



