INDOSatu.co – YOUNDE – Tokoh oposisi terkemuka Kamerun, Maurice Kamto Jumat (8/8) akhirnya angkat bicara. Kamto menolak pencoretan dirinya sebagai kontestan dalam Pilpres Kamerun oleh KPU yang dikuatkan Dewan Konstitusi negara tersebut pada pilpres yang akan digelar Oktober 2025 mendatang.
Kamto menilai, eliminasi dirinya sebagai calon merupakan bentuk kesewenang-wenangan dalam demokrasi. Kamto menuding kubu Presiden Kamerun Paul Biya berada dibalik pencoretan dirinya. Presiden Paul Biya dianggap melakukan manuver untuk menghentikannya mencalonkan diri dalam pilpres tersebut.
Dialansir AFP, Dewan Konstitusi pada Selasa (5/8) menolak pencalonan Kamto. Kamto merupakan oposisi dan kritis terhadap presiden Biya, yang juga sedang mencalonkan diri untuk masa jabatan kedelapan pada usia 92 tahun.
“Keputusan mencoret saya dari pemilihan presiden 2025 sudah diambil sejak lama oleh partai RDPC pimpinan Biya,” kata Kamto dalam sebuah video yang diunggah di Facebook, yang menantang keputusan pengadilan sewenang-wenang tersebut.
Kamto, 71, berada di urutan kedua setelah Biya dalam pemilihan presiden 2018 dan berusaha mencalonkan diri dalam pemilihan 12 Oktober sebagai kandidat Gerakan Afrika untuk Kemerdekaan dan Demokrasi Baru (MANIDEM).
Putusan hari Selasa itu mengukuhkan keputusan komisi pemilihan umum bulan Juli, yang menyatakan Kamto tidak dapat mencalonkan diri karena kandidat MANIDEM lainnya sudah terdaftar.
“Rezim yang berkuasa terburu-buru mengangkat presiden baru MANIDEM sebagai kandidat untuk menciptakan lawan dari dalam, sehingga saya diganjal tidak bisa mencalonkan,” kata Kamto.
Menjelang dikeluarkannya Kamto dari pencalonan, Human Rights Watch telah memperingatkan bahwa tidak mengizinkannya mencalonkan diri akan menimbulkan kekhawatiran tentang kredibilitas proses pemilu.
“Mengecualikan lawan paling populer dari proses pemilu akan meninggalkan bayangan atas hasil apa pun yang akhirnya diumumkan,” demikian peringatan Ilaria Allegrozzi, peneliti senior Afrika.
Oposisi Kamerun sedang berjuang untuk menantang Paul Biya, yang telah memerintah selama 43 tahun dan telah dituduh oleh kelompok-kelompok seperti Human Rights Watch melakukan penindasan terhadap lawan.
Pada hari Sabtu, perwakilan dari sejumlah partai menerbitkan pernyataan di mana mereka berkomitmen “untuk memilih kandidat konsensus seputar program bersama” tanpa mengajukan nama apa pun. (*)