ICMI Gelar Silaknas ke-35 di Bali, Presiden Prabowo Beri Kuliah Umum

  • Bagikan
KONSOLIDASIKAN POTENSI: Ketua Umum ICMI, Arif Satria, menjelaskan soal Silaknas ke-35 ICMI yang digelar di Bali pada 5-7 Desember 2025.

INDOSatu.co – JAKARTA – Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) akan menggelar Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) sekaligus merayakan Milad ke-35, di Bali, pada 5-7 Desember 2025.

Silaknas dan Milad ke-35 ICMI akan menghadirkan sejumlah acara penting, antara lain Kuliah Umum dari Presiden Prabowo Subianto, BPIPH Halal Conference, Simposium Syariah Digital Financing, Pameran Produk Halal, National Leadership Camp, Penghargaan Lifetime Achievement, dan City Tour & Kegiatan Sosial.

Ketua Umum ICMI, Arif Satria, mengatakan Silaknas ICMI merupakan kegiatan tahunan untuk mengkonsolidasikan semua potensi ICMI, sekaligus merupakan ajang pertemuan semua organ pengurus ICMI di tingkat pusat dan daerah.

Selain sebagai mekanisme organisasi untuk melakukan evaluasi dan koordinasi program, Silaknas ICMI juga menguatkan silaturahmi dan networking antar pengurus ICMI dan Stakeholder ICMI.

“Penyelenggaraan Silaknas sekaligus perayaan Milad ke-35 ICMI. Mari bersama-sama merajut sinergi, mencetak generasi unggul, dan berkontribusi nyata bagi Indonesia,” kata Arif, di Jakarta, Kamis (4/12).

Baca juga :   Soroti Manuver Surya Paloh, Faizal: SBY dan JK sepertinya Frustasi dan Trauma

Pada penyelenggaraan Silaknas dan Milad ke-35, ICMI mengusung tema “Meneguhkan Peran Cendekiawan Muslim untuk Indonesia Emas” yang merupakan visi Indonesia di Tahun 2045.

Menurut dia, pemilihan Bali sebagai tempat penyelenggaraan Silaknas dan Milad ke-35, bukan tanpa alasan. Pasalnya, ICMI ingin mendorong Pulau Bali sebagai destinasi pariwisata terkemuka di dunia, mengembangkan ekosistem halal, khususnya di sektor makanan dan minuman.

“Peningkatan kesadaran dan permintaan terhadap produk halal, baik dari wisatawan muslim maupun penduduk lokal, menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para pelaku usaha, termasuk di Bali yang menjadi  destinasi wwisata dunia,” ungkap Arif.

Terkait dengan itu, lanjutnya, ICMI bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berinisiatif menyelenggarakan konferensi untuk menguatkan pemahaman, memfasilitasi, dan mendorong implementasi sertifikasi halal bagi para pelaku usaha, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), guna menjamin ketersediaan produk halal di Bali.

Konferensi terdiri dari tiga sesi. Pada Sesi 1 konferensi tersebut, akan dibahas Strategi dan Roadmap Program Halal Indonesia. Sesi ini juga membahas roadmap dan urgensi sertifikasi halal bagi industri makanan dan minuman termasuk di Bali, melihat dari sudut pandang pasar, regulasi, dan manfaat bisnis

Baca juga :   67 Persen Kabinet dari “Istana Lama", Prabowo Dinilai Masih di Bawah Bayang-Bayang Jokowi

Pada sesi 2, akan dibahas Inovasi & Pemasaran Produk Halal, antara lain  membahas tren, strategi pemasaran digital, dan branding untuk membuat produk halal lebih kompetitif di pasar yang lebih luas.

Sedangkan sesi 3, akan membahas Strategi Implementasi Sertifikasi Halal, yang fokus pada langkah-langkah praktis dan strategi untuk mendapatkan sertifikasi halal, khususnya bagi UMKM, serta bagaimana
mengatasi tantangan yang mungkin dihadapi.

Keuangan Syariah

Terkait dengan Simposium Syariah Digital Financing, Arif mengungkapkan, kegiatan tersebut akan mengupas potensi besar keuangan syariah digital untuk berkontribusi secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Diskusi yang komprehensif akan menunjukkan bahwa sektor ini tidak hanya tumbuh secara substansial, didukung oleh aset keuangan syariah yang terus meningkat dan peningkatan literasi, tetapi juga beroperasi dalam lingkungan makroekonomi yang stabil dan semakin terdigitalisasi.

Baca juga :   MA Tolak Kasasi Jaksa soal Petamburan, HNW Apresiasi

Konvergensi antara pertumbuhan ekonomi syariah yang kuat dan transformasi digital yang masif menciptakan peluang unik untuk inklusi keuangan yang lebih luas dan efisiensi operasional yang lebih tinggi.

“Untuk merealisasikan potensi penuh ini, diperlukan kolaborasi multi-pihak yang berkelanjutan di antara pemerintah, industri keuangan, institusi akademik, dan masyarakat luas,” ungkap Arif.

Dia menambahkan, pemerintah dan regulator, seperti OJK dan Bank Indonesia, memiliki peran krusial dalam menciptakan kerangka regulasi yang adaptif dan responsif terhadap inovasi teknologi, sekaligus memastikan kepatuhan syariah dan perlindungan konsumen.

Sementara industri, yang diwakili oleh bank digital syariah terkemuka dan perusahaan fintech syariah, harus terus berinovasi dalam produk dan layanan yang sesuai syariah, memanfaatkan teknologi mutakhir seperti blockchain dan kecerdasan buatan untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *