Negara Hancur-Hancuran

  • Bagikan

MUNGKIN benar bahwa tidak semua Presiden terdahulu itu bagus dan berprestasi. Akan tetapi, bahwa Presiden saat ini buruk dan nir-prestasi adalah pasti. Benar pula sabda Nabi “idza wusidal amru ila ghoiri ahlihi fantadziri sa’ah” (Jika suatu urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, tunggulah saat kehancuran)–HR Bukhari. Presiden Jokowi itu tidak ahli. Dan negara dibawah kepemimpinannya memang hancur-hancuran.

Ada lima hal indikasi hancur-hancuran itu, yakni:

Pertama, ibukota baru IKN di Kalimantan Timur yang tidak jelas jluntrungnya. Bayang-bayang kegagalan sudah di depan mata. Investasi yang digadang-gadang, ternyata tidak masuk-masuk. Memang ini proyek yang tidak menarik. Lucunya, investor yang sudah ada seperti Softbank Group, ternyata lari tunggang langgang. Jin yang diundang untuk meresmikan titik nol juga tidak berkutik membantu. Anggaran Rp 466 triliun yang awal dicanangkan, dipastikan membengkak. Dana APBN akan tergerus dahsyat menyusul investor swasta yang masih terus “wait and see”.

Baca juga :   Haji Tertimpa Tangga Dua Kali

Kedua, Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang mangkrak. Cost overrun meningkat. Pemerintah Jokowi yang awal “heroik” tidak akan menyentuh APBN untuk membiayai proyek ini, kini terkulai lemas harus mengemis pada China untuk menurunkan bunga beban. Luhut si jago omong tertekan syarat China untuk jaminan penggunaan APBN. Duta China itu kini diinjak China. Prediksi Kereta Cepat itu tidak akan layak operasi karena merugi hingga akhirnya terpaksa memecahkan rekor tercepat dalam mengisi ruang “Museum Kereta Api”.

Ketiga, hancur dalam penghargaan HAM. Kasus pelanggaran HAM berat Km 50 terus menggantung. Jokowi tidak serius menuntaskan, bahkan diduga ikut bertanggung jawab atas pembunuhan politik aktivis Islam tersebut. Sebaliknya kasus PKI tahun 1965-1966 justru dimuliakan dengan Keppres dan Inpres. PKI diposisikan sebagai korban pelanggaran HAM berat. Kacau ini negara.

Baca juga :   ”Kriminalisasi” kepada Cak Imin Tidak Hentikan Pencapresan Anies Baswedan

Keempat, amburadul dalam menangani skandal keuangan. Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) 491 karyawan Kemenkeu senilai Rp 349 triliun bukan diproses lewat Pansus Angket DPR atau ditangani KPK ataupula Kepolisian dan Kejaksaan Agung, tetapi diselesaikan “secara adat” melalui Satgas “kongkow-kongkow” antara Menkopolhukam, PPATK dan Menkeu. Sri Mulyani sebagai “Tersangka” ternyata ikut sebagai “Majelis Hakim”. Mati ketawa ala Indonesia “believe it or not”.

Kelima, pemberantasan KKN stagnan. KPK dilemahkan dengan kekuasaan besar dewan pengawas (Dewas) yang berada di bawah kendali Presiden. Ketua KPK tidak independen dan pelanggar Kode Etik. KPK pilih pilah kasus dan hanya berani menyusur ke bawah. Keluarga Istana yang tidak tersentuh. Laporan kasus Gibran dan Kaesang mandeg. Nepotisme merajalela tanpa rasa malu.

Baca juga :   Catatan Debat Cawapres; Terkait Infrastruktur Sosial dan Stunting (Bagian-5)

Pantas kita beri nama proses tahapan orde dengan variasi predikat, yaitu Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi dan sekarang Disorder. Pada rezim Disorder rasanya aturan itu dikesampingkan atau ditunggangi. Inilah yang disebut hancur-hancuran. Mengatur negara semau sendiri bersama oligarki. Penuh dengan kepalsuan sebagaimana ijazah palsu yang tidak pernah terklarifikasi.

Dalam kondisi normal, maka Presiden yang menyelenggarakan negara seperti ini semestinya segera diberhentikan. Konstitusi mengaturnya. Masalahnya adalah bahwa lembaga konstitusional yang kompeten justru keadaannya “tidak normal”, “tidak sehat” dan “tidak berfungsi”. Apakah itu MPR, MK ataupun DPR, termasuk Partai Politik.

Jadi, kita hanya bisa melihat dan merasakan terjadinya negara hancur-hancuran itu bergerak terus untuk menghancurkan entitas dirinya. Menunggu Tuhan menunjukkan kekuasaan absolut untuk membantu perjuangan tentara-tentara-Nya. (*)

M. Rizal Fadillah;
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan, tinggal di Bandung.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *